Amnesty International Indonesia Nilai Pemerintah Hanya Selesaikan Permasalahan di Hilir Bukan di Hulu

Gerakan revisi total UU ITE.(Foto: Amnesty International Indonesia)

JAKARTA – Menanggapi rencana pemberian amnesti kepada sekitar 44 ribu narapidana, termasuk untuk kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penghinaan kepala negara/presiden dan kasus terkait Papua, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan pelepasan narapidana saat ini terlihat seperti solusi pragmatis untuk menyelesaikan permasalahan di hilir, yaitu kelebihan kapasitas di lapas

“Namun pada sisi lain, negara nampaknya tidak memiliki niat serius untuk menyelesaikan permasalahan utama di hulu, salah satunya yaitu pendekatan pidana terkait narkotika, termasuk untuk penggunaan pribadi, yang jumlahnya berkontribusi besar pada persoalan kelebihan jumlah orang di penjara di Indonesia,” katanya.

Bacaan Lainnya

Amnesty International mendorong Indonesia untuk beralih dari kebijakan yang berdasarkan pada pemidanaan dengan memilih alternatif berbasis bukti yang melindungi kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia mereka yang membutuhkan obat-obatan dan komunitas yang terdampak.

Momentum ini juga harus diikuti dengan revisi atau penghapusan aturan hukum yang kerap digunakan untuk mengkriminalisasi suara-suara kritis.

“Setidaknya revisi UU ITE mendesak untuk segera ditinjau ulang dan ini menjadi momentum yang tepat jika negara betul-betul ingin menunjukkan komitmennya terhadap HAM,” katanya.

Selain itu, negara juga harus membebaskan mereka yang dikriminalisasi dengan UU ITE hanya karena mengekspresikan pandangannya secara damai termasuk Septia Dwi Pertiwi, yang pada Kamis 12 Desember lalu, dituntut satu tahun penjara hanya karena mengkritik secara damai upah di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diterimanya.

Menurutnya, jika permasalahan di hulu tidak diselesaikan, maka pemerintah akan disibukkan dengan berapa banyak jumlah amnesti yang harus dikeluarkan negara ke depannya?

Pos terkait