Angka Pernikahan Dini di Kalsel Turun, Kemenag Gencar Penyuluhan

Foto blog.netray.id

BANJARMASIN – Pernikahan dini masih jadi momok yang sulit dihilangkan. Beragam sebab jadi faktor mengapa banyak perempuan di Indonesia seolah “gemar” menikah di bawah umur.

Mengutif data milik Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama (Kemenag) Kalsel, tercatat sebanyak 12.694 kasus terjadi selama periode Januari hingga Juni 2021. Dengan rincian usia dibawah 19 tahun ada 137 pria dan 501 perempuan.

Bacaan Lainnya

Dibanding dua tahun sebelumnya, angka tersebut mengalami penurunan cukup besar. Pada 2019 pernikahan dini di Kalsel menyentuh angka 33.929 kasus. Sedangkan 2020 tercatat  27.385 kasus dengan jumlah laki-laki 267 orang dan perempuan sebanyak 1.219 orang dengan persentase 5,42 persen.

Menurut Kepala kanwil Kemenag Kalsel, Dr. HM Thamrin, M.Pd, penurunan tersebut buah dari kerja keras pihaknya melakukan penyuluhan kepada masyarakat.

Program bimbingan pra pernikahan terus gencar dilaksanakan dengan membekali calon pengantin pengetahuan serta pemahaman dalam mengelola kehidupan perkawinan.

“Jadi setiap calon pengantin itu dilakukan bimbingan perkawinan 2 – 3 bulan sebelum pernikahan dan ini bertujuan untuk menekan angka pernikahan dini,” ucap Kakanwil Kemenag Kalsel, Senin (10/1).

Foto Dr. HM Thamrin, M.Pd,

Dalam bimbingan perkawinan, calon pengantin diberikan nasihat pernikahan dan penolakan pengusulan pernikahan jika dinilai belum layak menjalani sebuah ikatan pernikahan untuk membangun bahtera rumah tangga sesuai ajaran agama.

“Menikah ini sunah hukumnya, tapi dilihat lagi sisi kesehatannya. Tidak hanya ekonomi mapan tapi juga usia juga harus mapan dengan catatan usia 19 tahun keatas,” kata Thamrin.

Pemerintah pun kesulitan mendata jumlah perempuan yang hamil di luar nikah, karena pernikahan mereka kebanyakan hanya menikah siri tanpa dicatat oleh negara.

Padahal pernikahan siri memiliki banyak risiko yang sangat merugikan bagi perempuan dan anak, karena tak memiliki legalitas hukum, posisi anak jadi lemah. Ini yang kerap membuat anak sering tak diakui. Ditambah lagi para suami mudah meninggalkan kewajiban untuk memberi nafkah.

(PUT/ADI)

Pos terkait