Beberapa Daerah Tak Laporkan Data Kematian Covid-19

JAKARTA – Satgas Penanganan Covid-19 mengatakan terdapat beberapa daerah yang tak melaporkan data kematian Covid-19 dan pasien yang dinyatakan sembuh. Beberapa daerah itu hanya melaporkan tambahan kasus positif virus corona.
“Ada beberapa daerah yang kepatuhan pengisian belum baik. Jadi mereka meng-input kasusnya, update sembuh dan meninggal tidak dilakukan, jadi kesannya jumlah kasus aktif tidak berkurang-kurang,” kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah lewat kanal YouTube BNPB, Kamis (12/8).

Aisyah menyebut kedisiplinan pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, dan kota menjadi salah satu penyebab data Covid-19 nasional tidak bisa real time dan mendekati kondisi sebenarnya di lapangan.

Menurut Aisyah, daerah-daerah itu bukan berarti mereka enggan melaporkan data secara harian. Namun, mereka mengaku mengalami keterbatasan pada akses internet untuk terhubung dengan aplikasi big data Kemenkes, New All Record (NAR).

Aisyah mengatakan kondisi ini terjadi di sejumlah daerah yang masuk kategori daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T). Ia menceritakan, Babinsa di daerah tersebut bahkan membutuhkan waktu enam jam perjalanan dari rumah ke kota.

“Ada satu challenge juga yang saya temui, adalah masih banyak daerah yang tidak bisa kirim laporan karena akses internet. Jadi masih ada di daerah kemarin di Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah, karena di pedalaman,” ujarnya.

Lebih lanjut, Aisyah menyebut Kemenkes serta Dinas Kesehatan, baik kabupaten/kota atau provinsi tengah melakukan sinkronisasi data. Ia pun mengakui data Covid-19 di Indonesia hingga saat ini belum bisa real time.

“Ini masih dalam proses perbaikan yang dilakukan Kemenkes, karena bagaimanapun pencatatan yang dilakukan saat ini memang belum bisa real time,” katanya.

Aisyah tak menampik data kematian Covid-19 dan kesembuhan kmasih semrawut. Pada laporan kasus Covid-19 di tanggal 10 Agustus 2021 misalnya, dari 2.048 kematian yang dilaporkan, sebagian besar bukanlah angka kematian pada tanggal tersebut atau pada seminggu sebelumnya.

Bahkan 10,7 persen di antaranya berasal dari kasus pasien positif Covid-19 yang sudah tercatat di NAR lebih dari 21 hari. Namun, pemerintah daerah tersebut baru terkonfirmasi dan dilaporkan bahwa pasien telah meninggal.

“Nah, pada saat sinkronisasi ini dilakukan, mulai ditemukan gap-gap data,” ujarnya.

Kemenkes sebelumnya memproyeksi bakal ada anomali data kematian Covid-19 dalam beberapa hari ke depan. Kondisi itu terjadi imbas pelaporan data-data beberapa pekan sebelumnya yang belum terekam dalam sistem NAR milik Kemenkes.

Tenaga Ahli Kemenkes Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan saat ini pihaknya telah mengidentifikasi lebih dari 50 ribu kasus aktif Covid-19 yang sudah lebih dari 21 hari tercatat, namun belum dilakukan pembaharuannya di sistem NAR.

(CNN/MMO)