MAHASISWA yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar demonstrasi untuk menuntut pemerintah membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.
Perwakilan BEM SI terus meneriaki untuk menurunkan PPN 12 persen. Mereka berteriak bahwa kenaikan PPN 12 persen tidak sebanding dengan pendapatan rakyat yang dirasakan pasca Covid-19.
“Pajak dinaikkan, koruptor dimaafkan. Is this Indonesian?” tulis tuntutan yang dipegang salah seorang demonstran mahasiswi.
Salah seorang orator juga menyinggung terkait perbandingan zakat dengan pajak. Baginya, zakat 2,5 persen dapat menguasai 1/3 dunia, akan tetapi PPN 12 persen hanya membuat sengsara.
Secara berdampingan, segenap Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Majelis Penyelamat Organisasi juga ikut dalam aksi demonstrasi tersebut.
Mereka menuntut Presiden Prabowo Subianto untuk menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menggagalkan PPN 12 persen itu.
“Menurut kami bahwa kenaikan PPN ini menunjukkan ketidakpekaan pemerintah terhadap penderitaan rakyat,” ujarnya.
Dalam tuntutan itu juga tertulis bahwa kenaikan PPN jelas merugikan rakyat kecil yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pemerintah belum memberikan rincian barang yang akan dikenakan pajak ini, menciptakan ketidakpastian dan keresahan di masyarakat.
“Kami menuntut kebijakan ini ditinjau ulang demi kepentingan rakyat,” jelasnya.
Protes kenaikan PPN 12 persen juga dilakukan PMII dan Korps PMII Putri (Kopri).
Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) M Shofiyulloh Cokro mendorong agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025.
Baginya, PPN 12 Persen ini dapat berpengaruh hingga masyarakat kalangan kelas bawah dan menengah.
Tak hanya itu, Shofiyullah melihat jika PPN 12 persen ini akan terus naik, maka produktifitas perusahaan berskala kecil di Indonesia akan sangat terpengaruh.
“Pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan kenaikan PPN ini, karena dampak domino ekonominya sangat besar, terutama berdampak langsung terhadap kenaikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat,” kata Cokro.
Senada, Ketua Umum Kopri PB PMII, Wulan Sari Aliyatul Solikhah, menilai bahwa kenaikan PPN 12 persen akan mempengaruhi perekonomian generasi Z, yang merupakan generasi produktif bangsa, serta mengurangi kesejahteraan perempuan, dan anak.
“Kenaikan PPN 12 persen ini akan melemahkan perekonomian masyarakat, terutama generasi muda dan perempuan, serta tidak berpihak pada kesejahteraan keluarga miskin, rentan, dan menengah,” ungkap Wulan.
Kopri menyoroti tiga aspek utama yang akan terdampak oleh kebijakan ini. Pertama, rumah tangga miskin dan rentan yang akan semakin terhimpit.
Kedua, kelompok menengah yang akan mengalami penurunan daya beli dan gangguan pada sektor industri serta ekonomi kreatif.
Ketiga, dampak pada perempuan dan anak yang akan kesulitan dalam memperoleh hak-hak ekonomi dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan gizi.
(Andi)