Canggih, Inilah Smart Checker Buatan Buyut Habib Basirih

BANJARMASIN – Siapa sangka, seorang ulama di Kota Banjarmasin berhasil menciptakan alat pendeteksi vaksinasi Covid-19.

Cukup dengan menempelkan e-KTP, alat tersebut mampu mendeteksi warga yang sudah atau belum divaksinasi.

Bacaan Lainnya

Alat canggih pertama di Indonesia ini diberi nama Smart Checker. Habib Fathurrachman Bahasyim, pemilik alat mengaku prihatin atas kondisi pandemi yang hingga kini belum usai.

Atas dasar itu, muncullah ide untuk menciptakan alat canggih tersebut. Alat itu bertujuan untuk mempermudah urusan administrasi, sehingga dapat diketahui apakah seseorang sudah divaksin atau belum.

“Selain itu, dengan alat ini kita bisa mengetahui seberapa besar jumlah orang yang sudah divaksinasi di suatu wilayah,” ucapnya saat ditemui di kediaman, Sabtu (31/7).

Habib Fathurrachman merupakan buyut dari Habib Hamid Bahasyim (Habib Basirih). Kediamannya berada tepat di samping kubah Habib Basirih Jalan Keramat Basirih, Banjarmasin Barat.

Di kediamannya, sembari memperlihatkan, Habib Fathurrachman juga menjelaskan cara kerja dari alat Smart Checker.

Cukup dengan menempelkan E-KTP, tepat pada bagian chipnya ke sensor alat pendeteksi, maka lampu indikator Smart Checker akan secara otomatis menyala.

Apabila lampu indikator berwarna hijau, itu artinya warga tersebut sudah divaksinasi. Namun, bila lampu berubah menjadi warna merah dan di bagian layar tertulis tidak dikenal, bisa diartikan bahwa pemilik E-KTP belum bervaksin.

“Jadi tidak perlu lagi harus mencetak kartu vaksin. Cukup E-KTP yang kita miliki ini saja,” ujarnya.

Lantas, dari mana Habib Fathurrachman mengetahui data warga yang sudah mengikuti vaksinasi Covid-19?

Rupanya, Habib pun tak bisa terkoneksi dengan database milik pemerintah. Alat Smart Checker yang langsung terhubung dengan internet itu hanya diakses menggunakan server yang sudah dibuatnya sendiri. Dia pun hanya memasukkan data E-KTP miliknya sendiri sebagai simulasi.

Jika E-KTP belum terdaftar di server milik Habib Fathurrachman, maka data diri seseorang tersebut tak bisa terdeteksi alias disebut belum divaksinasi di alat Smart Checker.

“Kalau ini diadopsi pemerintah untuk mendata warga dalam sebuah program pemerintah misalnya seperti vaksinasi, bansos atau program lainnya bisa saja dipakai. Asalkan terkoneksi dengan database,” imbuhnya.

Lebih jauh, pria berusia 48 tahun tersebut mengungkapkan dana yang sudah dihabiskan untuk membuat Smart Checker sekitar Rp 4 juta. Ia berharap alat ini nantinya dapat membantu, jika memang dibutuhkan pemerintah.

(SKI/MMO)

Pos terkait