BANJARMASIN – Iuran untuk menggelar acara perpisahan sekolah rupanya membuat resah para orang tua.
Tak sedikit keluhan iuran itu muncul karena seakan bersifat wajib hanya untuk gelaran perpisahan.
Orang tua siswa harus mengelontorkan dana yang berpotensi memberatkan mereka yang tidak mampu.
Padahal dalam Surat Edaran (SE) Nomor 400.3.5.1/2630-Sekr/Dispendik/2024, pada dasarnya meminta untuk kegiatan perpisahan di sekolah hanya boleh dilakukan secara sederhana.
Bahkan tidak memperkenankan acara perpisahan digelar di hotel, rumah makan, gedung pertemuan dan sejenisnya. Cukup dilaksanakan pada lingkungan sekolah.
Salah seorang wali murid yang tak ingin disebutkan namanya, mengaku sangat terbebani dengan iuran yang ditetapkan untuk acara perpisahan.
“Awalnya mau digelar di hotel. Lalu dibatalkan karena ada larangan dari Dinas Pendidikan. Tapi ternyata diganti acara lain jalan-jalan bersama keluarga. Semacam kamuflase,” kata perempuan yang anaknya bersekolah di salah satu PAUD di Kota Banjarmasin.
Semakin membuatnya kesal adalah, perubahan itu dilandasi dengan kesepakatan oleh orang tua murid saat rapat.
“Memang ada pemberitahuan akan ada rapat. Tapi tidak semua bisa hadir karena ada orang tua yang bekerja. Seharusnya sebelum diputuskan ada informasi dulu,” tekannya.
Bahkan iuran yang dikenakan terbilang mahal dan seperti terikat untuk mengikuti aturan. Walaupun tidak bisa ikut, tetap harus bayar, mengikuti hasil rapat.
“Rp500 ribu bagi siswa akhir yang mengikuti acara perpisahan. Lalu siswa yang tidak mengikuti perpisahan juga diminta untuk memberikan sumbangan sebesar Rp300 ribu per orang,” ungkapnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Banjarmasin, Nuryadi tak menampik, ada sejumlah sekolah yang mengenakan iuran seakan-akan wajib.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 segala bentuk pungutan telah dilarang.
“Sumbangan masih boleh, tapi nominalnya tidak boleh ditetapkan,” tekannya saat dikonfirmasi, Senin (22/4).
Dikatakannya, jika menurut Permendikbud itu, boleh peran serta masyarakat untuk terlibat menyumbang ke sekolah.
Tapi memang masih ada beberapa sekolah yang menetapkan jumlah nominal dari sumbangan dengan berbagai dalih, salah satunya berdalih atas nama kesepakatan komite.
“Jika sampai ada yang melanggar paling tidak kita berikan teguran lisan. Kalau sampai tindakan-tindakan nya lebih fatal itu bisa kita memutasikan kepala sekolahnya,” tekan Nuryadi.
Lantas terkait dengan pelaksanaan perpisahan di sekolah yang selama ini menjadi sumber keluhan orang tua murid karena memunculkan sumbangan-sumbangan.
Nuryadi menegaskan, sebenarnya acara perpisahan tidak pernah diwajibkan. Kenapa hal ini seakan terlihat wajib, karena telah melekat menjadi tradisi.
“Untuk perpisahan itu tidak wajib, hanya kebiasaan yang sudah turun temurun mereka yang sudah kelas 9, kelas 6, lalu kelas A bagi TK. Jadi itu semacam tradisi saja,” terangnya.
Namun bila tetap ingin melaksanakan dikatakan boleh saja, asal bisa tetap sesuai dengan Surat Edaran (SE) yang sudah dikeluarkan.
“Harapan kami di Disdik, itu bisa dilaksanakan sesederhana mungkin kalau ingin melakukan perpisahan,” tutupnya.
(ALIV/ABADI)