Demokrasi Hanya Dijadikan Prosedur Pengambilan Keputusan

Indonesia saat ini terjebak dalam praktik demokrasi yang parsial.(Grafis: Adamah Media)

MAKASSAR – Demokrasi di Indonesia selama ini lebih menekankan demokrasi sebagai prosedur pengambilan keputusan, namun melupakan bahwa demokrasi sejatinya adalah sistem nilai yang harus ditegakkan dengan prinsip kebebasan dan kesetaraan untuk semua.

“Demokrasi itu bukan hanya soal suara terbanyak atau pemilu. Ini tentang representasi, pemenuhan hak, rule of law, bukan rule by law, dan tentu saja partisipasi. Demokrasi harus menjaga martabat setiap individu, bukan malah melanggarnya atas nama mayoritas,” tegas Pembina Perkumpulan Pemilu Untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini

Bacaan Lainnya

Menurutnya, Indonesia saat ini terjebak dalam praktik demokrasi yang parsial. Sistem politik Indonesia lebih berfokus pada pemilu dan partai politik sebagai instrumen kekuasaan, namun seringkali melupakan prinsip demokrasi yang lebih dalam, seperti perlunya pengadilan yang independen, penegakan hukum yang konsisten, dan kebebasan dari rasa takut.

Menurut Titi, salah satu masalah utama adalah desain pemilu borongan, di mana pemilu nasional dan Pilkada dilakukan serentak dalam waktu yang sama.

Sistem ini, menurutnya, tidak hanya membuat pemilu lebih rumit dan mahal, tetapi juga melemahkan budaya politik dan hukum di Indonesia.

Dengan kampanye yang terpusat pada tahun-tahun pemilu, partai-partai politik lebih fokus pada aspek pragmatisme, seperti politik uang dan pembelian suara, daripada memperjuangkan gagasan-gagasan politik yang kuat dan substansial.

“Pemilu serentak ini meminggirkan politik gagasan dan memperkuat politik uang. Publik menjadi sulit fokus karena pemilu terlalu besar dan kompleks. Bahkan, akses politik bagi kelompok minoritas dan marjinal semakin sulit,” lanjut Titi.

Karena itu, Titi memberikan beberapa rekomendasi penting untuk reformasi partai politik dan sistem pemilu di Indonesia.

Pertama, ia menyarankan agar UU Partai Politik direvisi untuk mendorong desentralisasi politik dan memperbaiki integritas partai.

“Selama sistem partai politik kita masih terpusat pada elit, jangan harap kita bisa mendapatkan budaya hukum yang baik,” tegasnya.

Selain itu, Titi juga mengusulkan reformasi pendanaan politik, di mana negara seharusnya memberikan alokasi dana yang signifikan untuk partai politik guna mendukung kaderisasi dan rekrutmen politik yang lebih berkualitas.

Ia juga mengusulkan kodifikasi aturan pemilu dan Pilkada, serta pembagian pemilu serentak menjadi dua tahap agar mesin politik partai terus bekerja sepanjang waktu, tidak hanya menjelang pemilu.

“Pemilu serentak dalam satu tahun itu melemahkan partai politik dan budaya hukum kita. Harus ada pembagian agar partai tetap bekerja dan masyarakat bisa mengevaluasi elit politik secara berkala,” tuturnya.

(Andi)

Pos terkait