Dinkes Banjarmasin Bakal Vaksin Warga Komobird, Dokter Spesialis Dilibatkan

Foto : Istimewa

BANJARMASIN – Dinas Kesehatan Banjarmasin berencana memvaksin masyarakat yang memiliki penyakit penyerta atau Komorbid.

Tentu, pelaksanaan vaksinasi yang menyasar warga berkomorbid ini tak bisa sembarangan.

Sebelum pelaksanaannya dimulai, Dinkes Banjarmasin bakal menggelar rapat bersama instansi terkait, hari ini (11/3).

Termasuk menggandeng dokter ahli atau spesialis di bidangnya, misalnya, ahli penyakit dalam.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Doyo Pudjadi menyatakan, upaya ini dilakukan, agar lebih bisa menggenjot capaian vaksinasi.

“Berdasarkan data, masyarakat yang memiliki komorbid lantas tak bisa divaksin, jumlahnya cukup lumayan. Yakni, ada 20 persen dari jumlah seluruh sasaran vaksinasi masyarakat umum,” katanya, Kamis (10/3) siang di Balai Kota.

“Kalau pelaksanaan vaksinasi kita seperti ini saja, tidak menutup kemungkinan capaian vaksinasi hanya berjalan di tempat. Khususnya, vaksinasi lansia,” tambahnya.

Doyo pun menjelaskan regulasinya. Dinkes bakal melakukan vaksinasi ke warga berkomorbid, juga melakukan pemeriksaan terperinci. Dengan menggandeng dokter ahli atau spesialis di bidangnya.

“Memang, mungkin tidak bisa serta merta divaksin. Perlu waktu. Misalnya, setelah menjalani pemeriksaan, kita lihat perkembangannya satu atau dua hari ke depan,” jelasnya.

“Apakah yang bersangkutan, misalnya diberikan penanganan terlebih dahulu. Misalnya dengan diberikan vitamin, lalu kemudian diberikan vaksin. Intinya, vaksinasi dilakukan secara prosedural alias dilakukan secara aturan medis,” tegasnya.

Lebih jauh, Doyo menyatakan bahwa warga yang berkomorbid tidak selamanya tidak boleh divaksin. Akan tetapi, komorbid tetap bisa divaksin, ketika ada rekomendasi oleh dokter spesialis.

“Jadi tidak asal suntik dan itu harus ada rekomendasi dokter spesialis,” ucapnya.

Disinggung kapan akan dimulai, Doyo mengaku kemungkinan akan dilakukan dalam waktu dekat. Namun menurutnya, perlu melihat perkembangan dari hasil rapat terlebih dahulu.

Di sisi lain, Doyo juga menyatakan bahwa pelaksanaan vaksinasi warga berkomorbid ini, juga pernah dilakukan di Pulau Jawa.

Lantas, bagaimana bila ternyata seusai divaksin, warga berkomorbid justru mengalami hal yang tidak diinginkan? Terkait hal itu, Doyo mengatakan, pihaknya tetap berpegang pada kode etik atau prosedur pihak kedokteran.

“Yang tahu, adalah dokter itu sendiri terkait kondisi pasien. Sehat atau tidak, kita mesti percaya ke dokter yang memeriksa, yang jelas, khusus bagi warga berkomorbid, seusai menerima vaksin, akan dipantau secara serius,” tuturnya.

Sementara itu, ditambahkan Staf Dinkes Kota Banjarmasin, Safarudin, ketika vaksinasi dilakukan, memang ada istilah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

“Tapi, masyarakat juga mesti diedukasi mana yang KIPI mana yang bukan. Kipi ada batasan waktu, maksimal dua jam seusai mendapatkan vaksinasi. Sedangkan setelah itu, bukan dari KIPI,” tekannya.

Kemudian, bila merujuk aturan, bila yang dialami warga yang bervaksin memang KIPI, maka segala sesuatunya menurut Safar, masih merupakan tanggung jawab pemerintah.

“Namun, segala sesuatu yang menimpa mereka yang divaksin, tentu mesti dibuktikan dengan pemeriksaan lagi,” pungkasnya.

(ALV/MMO)