Duh, Perusahaan Distributor Oli di Banjarbaru Diduga tak Kantongi SPPL, DLH Turun Tangan

BANJARBARU – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarbaru menemukan sejumlah pelanggaran aturan oleh salah satu perusahaan distributor pelumas PT. Lantama Elfoil Megantara anak perusahaan Renobsindo Group.

Perusahaan yang berlokasi di Jalan Bima, Kelurahan Sungai Ulin, Kota Banjarbaru itu, diduga tidak mengantongi Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). Sementara SPPL yang ada hanya atas nama Renobsindo Grup.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarbaru Sirajoni, A.P, M.M. melalui Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Pengendalian Lingkungan Hidup, Shanty Eka Septiani S.Hut, MS, mengatakan, pihaknya sudah turun ke lapangan dan DLH Banjarbaru memastikan PT. Lantama tidak memiliki SPPL.

Tak hanya itu lanjutnya, saat pengecekan dan verifikasi di lapangan beberapa waktu lalu, DLH Banjarbaru juga menemukan dan mengecek langsung gudang tempat penyimpanan pelumas atau oli PT. Lantama yang tidak dilengkapi saluran drainase tertutup dan bak penampung oli yang yang berfungsi mencegah jika terjadi rembesan akibat kebocoran oli, ditempatkan diluar gudang.

DLH Banjarbaru menurut Shanty Eka Septiani pernah menemukan sejumlah pelanggaran seperti perusahaan menempatkan drum oli di luar gudang, sehingga ada kemungkinan pencemaran drainase dan tanah.

“Oli yang termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun, seharusnya ditempatkan dalam gudang penyimpanan. Hal ini sudah diperbaiki perusahaan dan dibersihkan,” ucap Shanty Eka Septiani.

Shanty Eka Septiani menjelaskan, gudang oli PT. Lantama tidak memiliki izin. SPPL yang terbit atas nama Renobsindo. Tentu ini akan dicek kembali salah satunya syarat kesesuaian pola ruang penyimpanan oli oleh Dinas PUPR Banjarbaru.

Eka menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 disebutkan, bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak penting atau tidak penting wajib memiliki persetujuan lingkungan. Aturan itu lanjutnya, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 tahun 2009.

“Persetujuan lingkungan diperoleh melalui penyusunan AMDAL, UKL, UPPL dan SPPL,” terangnya.

Untuk usaha dan atau kegiatan yang dianggap berdampak tidak penting atau rendah diwajibkan memiliki SPPL atau surat pernyataan pengelolaan lingkungan.

Surat itu lanjutnya menyatakan kesanggupan pihak pengusaha untuk melakukan pengelolaan terhadap lingkungan dan penanganan terhadap dampak lingkungan yg diakibatkan oleh kegiatan usahanya.

“Apabila tidak melengkapi persetujuan lingkungan, maka ada sanksi administratif yang dikenakan secara berjenjang mulai dari teguran tertulis, kemudian paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan perusahaan, dan terakhir pencabutan perizinan,” jelasnya.

Untuk sementara lanjutnya, DLH Banjarbaru melakukan tindakan pembinaan kepada PT Lantama dan memberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan dan kami menunggu iktikad baik mereka melengkapi semua perizinan.

“SPPL Renobsindo terbit tahun 2015 yang lalu. Kami sudah sampaikan kepada manajemen perusahan, bahwa lokasi usaha berada di kawasan pemukiman yang mana jalan pada area tersebut cukup sempit. Sebenarnya perlu diperhatikan atau dipertimbangkan merelokasi ke tempat yang lebih representatif. Bukan di tempat kawasan pemukiman

Terpisah, ketika dikonfirmasi, manajemen PT. Lantama Elfoil Megantara, enggan berkomentar terkait persoalan ini.

(FER/MMO)