ISU adanya dua makam atas nama Guru Asnawi atau Guru Awi Rundun, masing-masing di Desa Habau dan Desa Purai, Kecamatan Banua Lawas, Tabalong, menjadi perhatian publik setelah keluarga almarhum di Purai mendirikan makam baru, dengan keyakinan bahwa makam almarhum berpindah secara gaib dari Habau ke samping makam istrinya di Purai.
Polemik ini memunculkan perdebatan di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Untuk meluruskan isu yang berkembang, Pemerintah Kecamatan Banua Lawas memfasilitasi mediasi terbuka. Pertemuan dihadiri oleh unsur lintas sektor, termasuk Kementerian Agama, Kesbangpol, Kapolsek, Danramil, Ketua MUI Kecamatan, Kepala KUA, serta Kepala Desa dari Purai dan Habau.
Camat Banua Lawas Siswandi menyampaikan bahwa tujuan mediasi ini adalah untuk mencegah meluasnya informasi yang tidak sesuai fakta dan menjaga agar masyarakat tidak terpengaruh oleh kabar yang belum terverifikasi secara agama dan tradisi umum.
Ia menekankan pentingnya menyampaikan informasi berdasarkan penjelasan keluarga serta arahan tokoh agama dan pemerintah.
“Kami ingin mengembalikan duduk persoalan ini pada fakta yang sebenarnya. Isu perpindahan makam secara gaib yang beredar harus diluruskan agar tidak menjadi fitnah dan meresahkan masyarakat,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, pendapat dari pihak keluarga di Desa Habau disampaikan langsung oleh kakak tertua almarhum, Abdurrahman.
Ia menuturkan bahwa sebelum wafat, Guru Awi menyampaikan keinginannya untuk dimakamkan di Desa Habau.
“Dari awal kami menjaga. Maka tidak mungkin makam beliau berpindah, apalagi secara gaib. Kami keluarga yang merawat dan menjaga makam beliau,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Bimas Islam Kemenag Tabalong yang juga Ketua FKUB, H Akhmad Surkati, mengingatkan pentingnya memahami persoalan ini dari sudut pandang agama.
Ia menegaskan bahwa ziarah kubur dalam Islam ditujukan untuk mengambil pelajaran dari kematian dan tidak boleh dilakukan atas dasar praduga.
“Syariat mengajarkan kita berziarah ke makam yang benar-benar diketahui keberadaan jenazah di dalamnya. Kita juga harus menjaga martabat orang tua, apalagi beliau adalah seorang guru dan tokoh agama,” ujarnya.
Lebih lanjut, Surkati juga mengingatkan bahwa isu seperti ini bisa berdampak pada kerukunan masyarakat jika tidak ditangani secara bijak.
“Makam tokoh seperti Guru Awi juga bisa menjadi bagian dari wisata religi yang bernilai spiritual dan historis. Maka, menjaga keaslian dan kejelasan makam adalah menjaga warisan budaya dan nama baik daerah.” tuturnya
Selanjutnya kedua kepala desa akan mendampingi pihak keluarga dalam musyawarah lanjutan terkait keberadaan dan pengelolaan makam Guru Awi Rundun.
Harapan ke depan, nama baik Guru Awi dijaga sekaligus magnet yang membuat masyarakat rukun dan penuh kesyukuran.(f/l)
(Andi)