Kasus Kekerasan Anak Meningkat

Kekerasan verbal terhadap anak.(Grafis: Mother and Beyond)

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan kasus kekerasan anak naik 15 persen setiap tahunnya, kasus tertinggi yaitu perundungan (bullying) dan kasus melalui media sosial sebanyak 30 persen.

Sebanyak 84 persen siswa menjadi korban dengan 45 persen kasus berat yang dilakukan oleh gurunya dengan persentase 22 persen.

Bacaan Lainnya

Jenis kekerasan yang dialami verbal sebanyak 60 persen, fisik 30 persen, dan cyberbullying sebanyak 30 persen.

Komisioner KPAI Kluster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama, Aris Adi Leksono menyebutkan ada lima faktor penyebab kekerasan di lingkungan pendidikan.

1. Faktor Individu (Pelaku dan Korban).

Aris menyampaikan faktor yang ada di dalam diri yaitu kurangnya rasa empati, pengalaman trauma yang dimiliki, rendah diri, hingga mencari perhatian untuk dilirik oleh publik.

2. Faktor Keluarga dan Lingkungan

Aris mengatakan faktor dalam keluarga berawal dari pola asuh kepada anak yang keras, konflik orang tua atau keluarga yang diperlihatkan kepada anak, dan kurangnya pengawasan. Sedangkan di lingkungan masyarakat yaitu lingkungan yang negatif akan membuat anak tertular dampaknya. Baca Juga Psikolog: Bukan Hanya Liburan, Kedekatan Emosional Dapat Dibangun dengan Komunikasi Intens

3. Faktor Pendidikan

Menurutnya, guru yang kelelahan beban kerja dapat menimbulkan setres itu menjadi salah satu faktor penyebabnya, karena guru melampiaskan emosinya kepada siswanya.

Selain itu, ada disiplin sekolah yang kaku dan kurangnya pelatihan rutin untuk meningkatkan pengetahuan kepada guru.

4. Faktor Sosial

Aris menyampaikan bahwa faktor sosial diantaranya norma kekerasan, ketimpangan sosial di setiap daerah, dan budaya patriarki yang masih terjadi.

5. Faktor Teknologi

Ia mengatakan anak saat ini menghadapi tantangan teknologi yang negatif, sepertinya maraknya cyberbullying, konten mengandung unsur kekerasan, dan kecanduan bermain gadget melebihi enam jam perhari.

Dengan adanya faktor tersebut, ia menyampaikan perlunya upaya pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan melalui peningkatan edukasi kepada guru.

“Peningkatan edukasi ke-BK-an kepada guru-guru, karena guru selain mengajar juga bisa melihat situasi mental anak, sehingga bisa menentukan kesiapan belajar dia (siswa),” ujar Aris.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) ini mengatakan, perlunya kolaborasi lintas lembaga seperti koordinasi sekolah dan keluarga, keterlibatan masyarakat sekitar, sinergi antar kementerian, dan forum diskusi rutin lintas sektor.

“Saling diskusi, kita bisa mengarah pada tujuan yang sama mewujudkan generasi emas Indonesia. Indonesia yang hebat, unggul melalui hadirnya satuan pendidikan yang bermutu, yang di dalamnya tidak ada kekerasan,” ungkapnya.

(Andi)

Pos terkait