BANJARMASIN – Kasus pernikahan di bawah umur masih terjadi cukup tinggi di Banjarmasin. Hal itu karena pandangan masyarakat bahwa anak perempuan harus cepat dinikahkan.
Berdasarkan data Kementrian Agama (Kemenag) Kota Banjarmasin sepanjang 2021
mencatat ada 150 kasus pernikahan dini dengan usia 18 tahun kebawah.
“Sampai bulan november 2021 kasus perkawinan anak di Banjarmasin sebanyak 150 kasus,” ucap Kasi Bina Masyarakat Islam Kemenag Kota, H.Ahmad Sya’rani, M.Ag, Jum’at (14/1) tadi.
Angka itu meningkat jIka dibanding dari beberapa tahun sebelumnya. Pada 2019 hanya 69 kasus dan 2020 naik menjadi 109 kasus.
Perkawinan anak didominasi terjadi di wilayah pinggiran kota, diantaranya Kecamatan Banjarmasin Selatan, Utara dan Barat.
“Banjar Selatan 64 kasus Barat 27 kasus dan Utara 20 kasus semua itu lebih banyak perempuan kategori menikah muda,” kata Ahmad Sya’rani.
Menyikapi masih terjadinya kenaikan angka pernikahan dini, Kemenag Banjarmasin giat turun ke lapangan melakukan sosialiasi maupun penyuluhan terkait pencegahan pernikahan dini.
“Kami memberikan penyuluhan serta sosialisasi mengenai Undang-undang tentang perkawinan kepada masyarakat khususnya pada pelajar sekolah melalui Bina Masyarakat Islam,” ujar pria yang juga seorang Pemadihinan tersebut.
Tidak hanya calon pengantin, sasaran penyuluhan bimbingan perkawinan juga menyasar orang tau sebagai target dari bimbingan tersebut.
“juga menyasar orang tua, karena dari orang tua mereka akan mendapat izin untuk menikah,” pungkasnya.
Sementara dari sudut pandang sosiolog, terjadinya pernikahan dini di pinggiran kota karena adanya kultur masyarakat dengan ekonomi dan pendidikan rendah.
“Umumnya memang yang melakukan pernikahan anak adalah mereka yang berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah dan atau pendidikan rendah,” kata Dosen Sosiologi FISIP ULM, Varinia Damai.
Varinia yang merupakan anggota Pusat Kajian Gender Universitas Lambung Mangkurat itu menjelaskan, faktor ekonomi jadi alasan paling kuat untuk pihak keluarga menikahkan anaknya demi mengurangi beban tanggungan hidup.
“keluarga ini menganggap bahwa salah satu jalan keluar adalah menikahkan anak mereka agar tanggungan keluarga menjadi berkurang,” ungkap Varinia.
Pendidikan rendah memicu terjadinya kenakalan remaja yang mengarah pada pergaulan bebas tanpa batas dan seolah menjadi gaya hidup mereka.
“Tak jarang pernikahan anak terjadi karena hubungan seks diluar nikah yang berakibat pada kehamilan. Hal ini juga rawan terjadi di daerah dengan angka kenakalan remajanya tinggi,” ungkapnya.
Menyikapi tinggi nya angka pernikahan dini ini tentunya diperlukan edukasi mengenai hubungan seksual pranikah.
“Selain itu edukasi tentang hubungan seks juga minim sehingga mereka cenderung melakukan hubungan seks pranikah tanpa berpikir panjang konsekuensi dan apa yg sebaiknya mereka lakukan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan,” tutupnya.
(PUT/ADI)