WAKIL Menteri Agama Romo HR Muhammad Syafii optimis Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jamaah Indonesia bisa di bawah Rp 56 juta.
“Jika kemarin (Bipih) Rp 56 juta, insya Allah kalau ini bisa disisir kembali, insya Allah Bipihnya bisa di bawah Rp 56 juta. Insya Allah,” katanya.
Kemenag dan DPR menyepakati BPIH 2024 dengan rata-rata sebesar Rp 93.410.286. Sementara tahun ini, Kemenag mengusulkan BPIH 2025 rerata sebesar Rp 93.389.684,99.
Usulan Kemenag ini selanjutnya akan dibahas oleh Panja BPIH. Sebagai bahan pembahasan, usulan Kemenag berangkat dari komposisi 70% komponen Bipih yang dibayar jamaah dan 30% biaya yang bersumber dari Nilai Manfaat dana haji.
“Tapi (usulan) ini kan relatif masih bisa dihitung kembali. Dan kita berpikir, dengan penghitungan kembali, minimal bisa kembali ke (komposisi) 40% dan 60% lagi seperti tahun sebelumnya,” papar Wamenag.
“Dengan itu kan ongkos yang ditanggung jamaah seperti tahun lalu, tidak naik,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Wamenag juga melihat ada sejumlah komponen biaya haji yang masih bisa dihemat. Sejumlah upaya disiapkan. Pertama, negosiasi biaya penerbangan dengan menurunkan keuntungan dari harga avtur.
Wamenag mengatakan, saat high session (libur panjang), harga tiket pesawat bisa dipotong hingga 10%. Wamenag optimis, untuk ibadah haji, bisa dilakukan negosiasi untuk menurunkan keuntungan dari avtur. Kalau keuntungan avtur bisa turun, itu akan bisa berpengaruh kepada biaya ongkos pesawat.
“Ongkos pesawat ini 30% dari keseluruhan komponen biaya haji. Jadi kalau ongkos pesawat bisa diturunkan karena avtur bisa dipotong keuntungannya, ini juga bisa makin menurunkan biaya haji secara keseluruhan,” papar Wamenag.
Kedua, negosiasi harga layanan di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Menurut Wamenag, Kemenag telah mengirimkan tim ke Arab Saudi untuk melakukan persiapan penyediaan layanan.
“Kalau pada tahun lalu harga layanan di Armuzna sekitar Rp 18 juta, ada arah bisa turun sampai ke Rp 16 sekian juta. Itu artinya kemungkinan penurunan juga bisa,” sebut Wamenag.
Ketiga, negosiasi harga katering. Tahun lalu, kata Wamenag, anggaran untuk katering sekitar SAR 16,5. Biaya ini kemungkinkan bisa diturunkan sampai SAR 15 atau SAR 14 per porsinya. “Itu berarti kemungkinan-kemungkinan penurunan ongkos haji sangat riil bisa kita wujudkan,” kata Wamenag.
“Itu kenapa kita yakin buat statement tahun ini ongkos haji insya Allah turun tapi dengan bentuk pelayanan yang lebih baik,” lanjutnya.
Apakah penurunan harga ini akan berdampak pada penurunan kualitas layanan? Wamenag yakin itu tidak akan terjadi.
Pasalnya, potensi penurunan harga disebabkan oleh iklim penyediaan layanan yang semakin kompetitif. Semakin banyak perusahaan yang bisa menyiapkan jasa, maka akan semakin kompetitif dan servis juga makin baik.
“Dulu, perusahaan yang mengelola penyediaan barang dan jasa itu sangat sedikit, sehingga sedikit monopoli dalam menetapkan harga. Sekarang ini, untuk hotel saja, begitu dibuka, kalau tahun lalu hanya belasan, sekarang 400-an. Untuk Armuzna yang lalu sekitar lima, ini begitu dibuka sampai 20-an,” ucap Wamenag.
“Jadi ada kompetisi dan masing-masing menunjukkan servis. Jadi, ini kabar gembira buat penyelenggara karena kemungkinan pelayanan lebih baik, dengan banyak pesaing harganya semakin kompetitif,” tandasnya.
Kemenag dan DPR dalam raker ini sudah bersepakat untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) BPIH. Menurut Wamenag, Panja BPIH akan segera bekerja untuk membahas usulan biaya haji. Hasil pembahan Panja BPIH diharapkan sudah bisa diketahui pada 10 Januari 2025.
(Andi)