Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu karena Pengaruh Peserta dan Integritas yang Lemah

DKPP terima ribuan laporan pelanggaran etik penyelenggara pemilu.(Foto: Pemerintah Aceh)

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berusia 13 tahun pada 12 Juni 2025 lalu.

Ketua DKPP Heddy Lugito mengungkapkan, fokus utama DKPP dalam beberapa tahun ini adalah pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak.

Bacaan Lainnya

Menurut Heddy, pesta demokrasi tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah Indonesia.

Salah satu dampak dari pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak adalah meningkatnya jumlah pelanggaran, tidak terkecuali pelanggaran etik. Pengaruh eksternal menjadi faktor penyumbang tingginya pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu.

“Pengaruh tersebut dari luar terutama peserta pemilu. Berdasarkan catatan kami pelanggaran yang terjadi terutama selama tahapan karena pengaruh peserta dibarengi dengan integritas yang lemah,” tegasnya.

Sedangkan pelanggaran non tahapan, sambung Heddy, paling banyak terkait dengan asusila dan berada di peringkat pertama.

Perkara asusila yang ditangani DKPP, tidak hanya menyangkut kekerasan seksual, tetapi juga perjudian, penyalahgunaan narkotika, dan lainnya.

“Meski pilkada sudah selesai, PSU (pemungutan suara ulang) rampung, pengaduan ke DKPP pasti akan selalu ada. Bahkan soal utang piutang (penyelenggara pemilu), pinjol dilaporkan ke DKPP. Unik memang lembaga ini,” kata Heddy.

Putusan DKPP yang merehabilitasi nama baik penyelenggara pemilu mencapai 52%. Angka tersebut menjadi bukti keberadaan DKPP bukan hanya untuk menghukum, tetapi menjaga marwah penyelenggara pemilu.

Sebagai informasi, jumlah pengaduan yang diterima sebanyak 5.832 sepanjang lembaga ini berdiri sejak 12 Juni 2012 (data sampai 8 Juni 2025).

Dari pengaduan tersebut, 2.475 telah diputus dengan jumlah teradu 10.108 penyelenggara pemilu. Sebanyak 5.322 di antaranya direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar kode etik penyelenggara pemilu.

Sedangkan penyelenggara pemilu yang mendapatkan sanksi peringatan (teguran tertulis) sebanyak 3.378. Pemberhentian sementara (86), pemberhentian dari jabatan ketua/koordinator divisi (97), serta pemberhentian tetap (791).

“Hanya 48% (penyelenggara pemilu yang mendapatkan sanksi DKPP), dan hampir semuanya menerima (putusan DKPP), hanya yang beberapa saja yang menyoal tindaklanjut putusan DKPP yang ditindaklanjuti KPU maupun Bawaslu,” sambungnya.

Heddy juga menyesalkan beberapa pihak yang masih menyoalkan putusan DKPP, salah satunya dengan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN).

“Bagi kami ini adalah otokritik, apakah karena putusan DKPP atau pribadi penyelenggara itu bermasalah. Ini merupakan sebuah evaluasi bagi kami,” pungkasnya.

(Andi)

Pos terkait