PPN 12 Persen, Pengeluaran Masyarakat Meningkat

Langsung tidak langsung, PPN 12 persen pasti berimbas pada perekonomian rakyat Indonesia.(Grafis: Celios)

PEMERINTAH melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

Pemerintah sebenarnya memiliki fleksibilitas untuk menetapkan tarif PPN dalam rentang 5-15 persen melalui peraturan pemerintah.

Bacaan Lainnya

Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif tidak sepenuhnya bersifat wajib, dan ada ruang bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang lebih pro-rakyat.

Ironisnya, pajak karbon yang dijadwalkan pada 2022 belum diimplementasikan, menyoroti ketidakseimbangan dalam pelaksanaan kebijakan perpajakan.

Kenaikan tarif PPN berpotensi memperberat daya beli masyarakat yang saat ini sudah melemah. Pada triwulan III 2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,91 persen secara tahunan (y-o-y) dan bahkan menurun sebesar -0,48 persen secara triwulanan (q-1-to-q).

Deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut (Mei-September 2024) serta penurunan omzet UMKM hingga 60 persen menurut laporan Bank BRI menandakan lemahnya kondisi ekonomi masyarakat. Kenaikan tarif PPN hanya akan memperburuk situasi ini.

Akibat kenaikan PPN menjadi 12 persen, kelompok miskin diperkirakan akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 101.880 per bulan atau Rp 1.222.566 per tahun.

Bagi rumah tangga miskin, yang sebagian besar pengeluarannya sudah dialokasikan untuk kebutuhan pokok, tambahan biaya ini bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan.

Kenaikan pengeluaran ini bisa mengurangi tabungan mereka, atau bahkan memaksa mereka untuk mengurangi kualitas konsumsi sehari-hari.

Bagi sebagian keluarga miskin, pengeluaran tambahan ini bisa menjadi beban yang sangat berat, mengingat penghasilan mereka yang terbatas dan ketergantungan pada barang-barang pokok yang kini semakin mahal.

Dengan demikian, pengaruh kenaikan PPN ini sangat terasa di lapisan paling bawah masyarakat, yang sering kali kesulitan menghadapi perubahan harga yang cepat.

Tak hanya itu, kelompok rentan miskin yang memiliki penghasilan sedikit lebih tinggi daripada kelompok miskin namun masih jauh dari kesejahteraan juga merasakan dampak negatif dari kenaikan PPN.

Laporan tersebut memperkirakan mereka akan mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 153.871 per bulan atau Rp 1.846.455 per tahun.

Sementara itu, bagi rumah tangga menengah meskipun mereka memiliki daya beli yang lebih baik, kenaikan PPN tetap membawa dampak negatif terhadap pola konsumsi mereka.

Kenaikan pengeluaran sebesar Rp 354.293 per bulan atau Rp 4.251.522 per tahun mengurangi daya beli mereka.

(Andi)

 

Pos terkait