BANJARMASIN – Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta mengkaji ulang terkait aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) obat di tengah pandemi Covid-19.
Permintaan itu dilontarkan Presidium Farmasis Indonesia Bersatu (FIB), Hasan Ismail, melalui press rilis pada Senin (9/8).
Menurutnya saat ini stok obat pada hampir seluruh apotek di Kalimantan Selatan mengalami kekosongan.
“Baik untuk obat terapi Covid-19 suplemen hingga vitamin support,” ungkap Presidium FIB.
Hasan mengungkapkan, akibat aturan HET pabrikan produsen obat ditengarai tidak maksimal dalam memproduksi, sehingga terjadinya kekosongan dan langkanya stok obat terapi Covid-19 di pasaran.
Ia menekankan kondisi ini harus jadi perhatian serius Menteri Kesehatan untuk mengkaji ulang ketentuan serta kebijakan terkait ambang batas obat di masa pandemi.
“Revisi harus melibatkan seluruh stakeholder, khususnya Apoteker,” tambahnya.
Ada 11 obat yang ditetapkan harga eceran tertinggi sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang HET Obat dalam Masa Pandemi Covid-19, antara lain :
1. Favipiravir 2OO mg (Tablet) Rp 22.500 per tablet
2. Remdesivir IOO mg (Injeksi) Rp 510.000 per vial
3. Oseltamivir 75 mg (Kapsul) Rp 26.000 per kapsul
4. lntravenous Immunoglobulin 5% 50 ml (lnfus) Rp 3.262.300 per vial
5. lntravenous Immunoglobulin 10% 25 ml (Infus) Rp 3.965.000 per vial
6. lntravenous Immunoglobulin l07o 5O ml (Infus) Rp 6.174.900 per vial
7. Ivermectin 12 mg (Tablet) Rp 7.500 per tablet
8. Tocilizrrmab 4O0 mg/20 ml (Infus) Rp 5.710.600 per vial
9. Tocilizumab 8o mg/4 ml (Infus) Rp 1.162.200 per vial
10. Azithromycin 50O mg (Tablet) Rp 1.700 per tablet
11. Azithromycin 50O mg (Infus) Rp 95.400 per vial
Harga eceran tertinggi itu merupakan harga jual tetinggi obat di Apotek, Instalasi Farmasi, RS, klinik dan Faskes yang berlaku di seluruh Indonesia. Namun, di Kalsel mulai terjadi kelangkaan bahkan kekosongan stok, hingga pada jenis suplemen dan multivitamin.
(SKI/MMO)