SAAT musim hujan, ular akan keluar karena volume air yang meningkat akan menggenangi lubang-lubang sarang dan habitatnya.
Ketika keluar, dengan instingnya, ular akan masuk ke kawasan rumah atau permukiman.
Namun ada juga kemunculan ular anakan, yang bukan karena musim penghujan, tapi karena bertepatan dengan musim penetasan telur di bulan-bulan tertentu.
Menurut WHO, perubahan iklim dan gigitan ular memiliki keterkaitan. Perubahan iklim hanya akan memperburuk masalah bagaimana ular berbagi tempat dengan manusia.
Hal ini karena ular akan menggeser distribusinya seiring dengan meningkatnya suhu dan kejadian-kejadian ekstrem yang lebih sering terjadi.
Air Hamidy, peneliti di Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, BRIN, menjelaskan bahwa kemunculan ular saat musim hujan perlu diperhatikan pada dua hal.
Pertama, apakah individu yang ditemukan adalah ular anakan. Kedua, apakah ular yang ditemukan merupakan individu besar. Jika individu ular yang ditemukan berukuran besar, maka kemungkinan itu terjadi karena volume air naik akibat curah hujan.
“Ular juga bernapas dengan paru-paru. Habitatnya ada di lubang-lubang yang tempatnya tersembunyi. Kalau habitatnya terendam air, mereka akan keluar. Itu terkait dengan kejadian banjir atau air yang menggenangi lubang-lubang ular yang tidak terlihat oleh manusia,” ungkap Amir kepada Mongabay Indonesia, Rabu [3/4/2024].
Menurutnya, ketika musim hujan, apalagi sampai volume air meningkat sehingga menyebabkan habitat teresterialnya tergenang, maka ular akan keluar dari persembunyiaanya untuk mencari tempat yang nyaman.
“Ular juga tidak mungkin terus terendam air, karena tidak bisa bernapas, kecuali jenis tertentu.”
Sebagai satwa berdarah dingin, ketika kepanasan, maka ular harus masuk ke air. Untuk itu, ular harus bisa mengontrol suhu tubuhnya, jangan sampai melebihi batas suhu toleransi lingkungan, karena bisa mati.
Sementara, jika ular yang ditemukan berukuran kecil atau anakan, ini terkait dengan musim penetasan telur.
Bertepatan musim hujan, kesuksesan masa inkubasi telur ular yang berlangsung antara 3-4 bulan cukup bagus, sehingga menyebabkan populasi anakan meningkat tajam. Ular sendiri meski sebagian besar bertelur, namun ada juga spesies yang melahirkan.
“Ular dapat bertelur 10-12 butir, ada juga yang 20-25 butir. Ketika menetas, bisa keluar semuanya dengan ukuran relatif sama, namun yang menjadi individu besar bisa jadi satu atau dua individu saja. Ketika bertelur, induk ular tidak akan mengeram. Dia pergi meninggalkan telurnya, maka otomatis keberhasilan penetasan diserahkan ke alam,” ungkap Amir.
Amir memberikan tips untuk mencegah ular agar tidak masuk ke rumah, seperti pada saat musim hujan yang menyebabkan air menggenang.
Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah membuat kondisi rumah bersih dan dipel menggunakan wewangian atau bau-bauan mencolok. Sebab, ular tidak suka dengan bau yang menusuk hidung. Selain itu, sebaiknya jangan menimbun sampah yang bisa mengundang tikus, karena ular akan datang.
“Ketika musim hujan, kesiapan kita harus ditingkatkan. Karena begitu ular keluar, instingnya bisa kemana-mana, bahkan kalau dekat rumah kita, dia akan datang. Biasanya, kasus gigitan ular juga akan meningkat. Salah satu kesiapan yang harus ditingkatkan adalah menyiapkan antibisa ular atau mengidentifikasi rumah sakit yang memiliki antibisa gigitan ular,” ujarnya.
Selain itu, dengan adanya hewan peliharaan seperti kucing juga, katanya lagi, mampu menghalau karena instingnya kuat ketika ada ular. Kucing bisa menghalau ular dengan cakarnya dibandingkan anjing yang mengandalkan gigitan. Dalam beberapa laporan, justru ada kasus anjing yang mati karena digigit ular.
(Mongabay Indonesia)