BERDASARKAN data Bawaslu RI (sampai dengan 3 September 2025), jumlah pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (AS) pada pemilu nasional tahun 2024 mencapai 1.929 kasus, sedangkan pada pilkada serentak 2024 sebanyak 433 kasus.
Angka tersebut lebih tinggi 400% – 500% dibandingkan dua pemilu sebelumnya, yakni pemilu nasional, presiden/wakil presiden dan legislatif, tahun 2024 yang hanya 412 kasus pelanggaran netralitas ASN.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, mengakui pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada serentak tahun 2024 belum bisa dikategorikan ‘baik’.
“Pelanggaran (netralitas) ASN pasti muncul di setiap pemilu dan pilkada. Ini salah satu alasan pemilu kita belum baik. Pelanggaran netralitas di pemilu kemarin itu sangat luar biasa,” katanya.
Heddy juga menyoroti tingginya politik uang yang terjadi di hampir semua tahapan baik pemilu nasional maupun pilkada serentak tahun 2024. Kondisi tersebut semakin terpuruk manakala pemilih yang permisif dengan politik uang.
Setali tiga uang dengan netralitas birokrasi, menurutnya, politik uang selalu membayangi pemilu di Indonesia. Mengutip sebuah penelitian pada tahun 2019, sebanyak 48% masyarakat menganggap politik uang adalah hal biasa.
“Angka partisipasi pemilih pemilu kemarin memang tinggi, tapi faktanya pemilih kita belum cerdas dan permisif dengan politik uang. Masih menggadaikan, menjual haknya untuk 100 – 200 ribu, beras, maupun minyak dan mie instan,” tambah Heddy.
Begitu pun dengan penyelenggara pemilu yang masih menjadi sorotan. Sepanjang tahun 2024, DKPP menerima 790 pengaduaan dugaan pelanggaran KEPP. Sementara itu, pada tahun 2025 (sampai dengan Agustus 2025) jumlah pengaduan yang diterima sebanyak 193.
“Secara prosedural pemilu tahun 2024 berlangsung aman dan tidak terjadi benturan sosial yang mengkhawatirkan. Tapi kita harus berani jujur bahwa pemilu yang lalu terjadi penurunan kualitas demokrasi,” katanya.
Karenanya, perbaikan dan penyempurnaan kepemiluan di Indonesia harus menjadi prioritas bersama ke depan.
Setidaknya ada lima syarat pemilu dikategorikan baik, antara lain: regulasi yang baik, penyelenggara pemilu yang mandiri, berintegritas, dan kredibel, peserta pemilu yang taat aturan, pemilih cerdas dan partisipatif, dan terakhir adalah birokrasi yang netral.
“Selama lima syarat ini tidak terpenuhi dengan, maka demokrasi dan pemilu kita, termasuk pemilu serentak 2024, belum ideal, belum sesuai dengan harapan kita semua,” ungkap Heddy.
Namun pada pemilu nasional dan pilkada serentak tahun 2024 masih diwarnai dengan politik uang, birokrasi yang tidak netral, pejabat yang bermasalah, pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), dan regulasi yang tumpang tindih.
(Andi)